Safinah (Tanda-Tanda Baligh)

فصل: علامات البلوغ ثلاث : تمام خمس عشرة سنة في الذكروالأنثى ، والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين ، و الحيض في الأنثى لتسع سنين


“Tanda-tanda Baligh yaitu 3 : Sempurna umurnya 15 tahun pada laki-laki dan perempuan , mimpi pada laki-laki dan perempuan bagi umur 9 tahun , dan haid pada perempuan bagi umur 9 tahun”

Ta’rif Baligh
Baligh adalah isim fail dari bulugh. Bulugh berarti sampai. Yang dimaksud baligh adalah habisnya masa kecil dan sampainya seseorang pada batas dimana ia dikenai taklif (Hukum taklifi) . Taklif artinya terkena beban untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan Agama.

Seseorang jika sudah mukalaf maka baginya lima perkara, yaitu wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah (boleh).
Rasulallah saw bersabda

رفع القلم ، عن ثلاثة ، النائم حتى يستيقظ ، والصبي حتى يبلغ ، والمجنون حتى يفيق

“Pena diangkat (tidak dicatat amal seseorang) dari tiga golongan; orang tidur hingga bangun, anak-anak hingga baligh dan orang gila hingga sadar” (al-Bayhaqi dalam ma’rifatus sunan)

Imam Nawawi Al-Bantani mengatakan tanda baligh bagi seseorang itu ada 3, dua diantaranya dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dan satu khusus untuk perempuan.
Dua dimiliki laki-laki dan perempuan adalah
1 Umur lima belas tahun qomariyah. Baik laki-laki mapun perempuan jika berumur lima belastahun (yang digunakan adalah tahun qomariyah / hijriyah) maka sudah dikatagorikan sebagi orang yang baligh. Dan mereka wajib menjalankan perintah haram melakukan larangan mendapat pahala jika melakukan kesunahan dan menjauhi perkara makruh.
Berikut dalil yang di ceritakan oleh Nafi’


حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَضَهُ يَوْمَ أُحُدٍ، وَهُوَ ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً، فَلَمْ يُجِزْنِي ثُمَّ عَرَضَنِي يَوْمَ الخَنْدَقِ، وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً، فَأَجَازَنِي ، قَالَ نَافِعٌ فَقَدِمْتُ عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ وَهُوَ خَلِيفَةٌ، فَحَدَّثْتُهُ هَذَا الحَدِيثَ فَقَالَ: إِنَّ هَذَا لَحَدٌّ بَيْنَ الصَّغِيرِ وَالكَبِيرِ، وَكَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ أَنْ يَفْرِضُوا لِمَنْ بَلَغَ خَمْسَ عَشْرَةَ

“Telah menceritakan kapadaku Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia pernah menawarkan diri kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ikut dalam perang Uhud. Saat itu umurnya masih empat belas tahun, namun beliau tidak mengijinkannya. Kemudian dia menawarkan lagi pada perang Khandaq. Saat itu usiaku lima belas tahun dan beliau mengijinkanku.” Nafi’ berkata, “Aku menemui ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Saat itu dia adalah khalifah, lalu aku menceritakan hadits ini. Dia berkata, “Ini adalah batas antara anak kecil dan orang dewasa (baligh).” Kemudian dia menulis kepada para gubernurnya untuk membebani kewajiban bagi mereka yang telah berusia lima belas tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Tanda baligh kedua adalah keluarnya sperma (ihtilaam) setelah usia sembilan tahun secara pasti menurut kalender hijriyah meskipun tidak benar-benar mengeluarkan sperma, seperti merasa akan keluar sperma namun kemudian ia tahan sehingga tidak jadi keluar. Keluarnya sperma ini menjadi tanda baligh baik bagi seorang anak laki-laki maupun perempuan, baik keluar pada waktu tidur ataupun terjaga, keluar dengan cara bersetubuh (jima’) atau lainnya, melalui jalannya yang biasa ataupun jalan lainnya karena tersumbatnya jalan yang biasa.

3. Adapun haid atau menstruasi menjadi tanda baligh hanya bagi seorang perempuan, tidak bagi seorang laki-laki. Ini terjadi bila umur anak perempuan tersebut telah mencapai usia sembilan tahun secara perkiraan, bukan secara pasti, dimana kekurangan umur sembilan tahunnya kurang dari enam belas hari menurut kalender hijriyah. Bila ada seorang anak yang hamil pada usia tersebut, maka tanda balighnya bukan dari kehamilannya tetapi dari keluarnya sperma sebelum hamil (lihat Muhammad Nawawi Al-Jawi, Kaasyifatus Sajaa. Seorang anak yang telah mengalami salah satu dari tiga hal tersebut dianggap telah baligh atau biasa disebut telah mukallaf yang berarti menanggung beban perintah-perintah syari’at. Ia telah berkewajiban melakukan shalat lima waktu sebagaimana mestinya, puasa di bulan Ramadlan, berhaji bila mampu dan kewajiban-kewajiban lainnya. Syaikh Nawawi al-Bantani juga menjelaskan bahwa secara fardlu kifayah seorang anak yang telah mencapai usia tujuh tahun dan telah mumayyiz (pintar) adalah wajib bagi orang tuanya untuk memetintahkannya melakukan shalat beserta segala hal yang berkaitan dengannya seperti wudlu dan lainnya. Orang tua juga wajib memerintahkannya untuk melakukan kewajiban-kewajiban syari’at lainnya seperti berpuasa bila mampu. Kewajiban ini dijatuhkan kepada orang tua. Maka ayah dan bunda didiklah anak-anak kalian tentang agama mulai dari umur 7 tahun.
Syaik Nawawi melanjutkan pada usia ini pula kepada sang anak orang tua wajib mengenalkannya perihal Nabi Muhammad SAW, kapan dan di mana beliau dilahirkan, meninggal dan dikebumikan. Adapun batasan seorang anak telah mumayyiz adalah apabila ia telah mampu makan, minum, dan beristinja’ secara mandiri. Bila anak telah mumayyiz namun belum mencapai usia tujuh tahun maka orang tua hanya disunahkan (bukan diwajibkan) memerintahkan anaknya melakukan kewajiban-kewajiban syari’at. Saat usianya telah mencapai sembilan tahun dan di pertengahan menuju usia sepuluh tahun bila sang anak masih belum juga mau melakukan kewajiban-kewajiban tersebut, maka wajibb bagi orang tua memukulnya tentunya dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Ini dikarenakan pada usia ini ada kemungkinan sang anak telah masuk masa baligh. Pendek kata sebelum anak mencapai status baligh atau mukallaf orang tua semestinya telah membiasakannya dengan melakukan kewajiban-kewajiban syari’at agar kelak ketika sang anak telah baligh ia telah terbiasa dengan kewajiban-kewajiban tersebut.


والله اعلم بالصواب

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *